Acep Zamzam Noor
Yang lepas oleh angin. Demikianlah kutempatkan diriku
Asing dan sunyi di antara tembok-tembok tua
Perlahan kudengar lonceng gereja
Seperti mengisyaratkan jarak
Yang tak terjengkal. Perceraian kita
Lebih perih dari perpisahanku dengan dunia
Atau selamat tinggalku pada benda-benda –
Ranjang kita hangus dibakar waktu
Napsumu berkobar di belahan yang jauh
Sedang kesabaranku tertimbun salju
Dalam kebisuan yang mengeras
Sejak pertama luka kita torehkan
Hingga mengalir sungai darah yang deras
Tempat kita mandi dan minum sepuasnya
Sambil terus membuat borok-borok lain
Sebagai kegembiraan. Tapi semuanya lampau
Kini aku menggigil karena tahu ada yang lebih indah
Selain dosa. Sesuatu yang hanya bisa dibayangkan
Sebab antara kita masih berkobar dendam –
Sebuah buku yang dipenuhi sajak-sajak protes
Dengan gambar-gambar kemarahan yang menggugat
Bahwa neraka tak di mana pun
Ia membentuk dirinya menjadi susunan hurup-hurup
Dan kubaca sebagai kesepian yang mengerikan
Kesepian yang tak pernah terlintas
Dalam sajak-sajakku. Hidup telah kupermainkan
Seperti juga aku telah dipermainkan hidup
Kini semuanya saling berhadapan dengan pemahaman
Yang berbeda. Darahku terlalu tawar untuk dunia ini
Dan hanya akan bergolak jika dicampur darahmu –
Sebuah perkawinan antara minyak dengan api
Kita akan saling membakar
Kita akan saling menyalakan
Seperti daun-daun yang luruh, ranting-ranting
Yang lepas oleh angin. Demikianlah kutempatkan diriku
Asing dan sunyi. Kulihat awan-awan yang bergerak
Langit penuh tarian dan arakan awan-awan
Di
Dari cahaya yang menari-nari –
Tapi lupakanlah, lupakanlah semuanya
Dunia kita telah hangus dibakar pertikaian
Menangislah pada puing-puing jauh di seberang
Di sini aku akan menjerit membangun patung-patung
Dari timbunan kesabaranku yang membeku