Acep Zamzam Noor
Cahaya bulan yang pucat dan keperakan
Mengajakku bunuh diri. Tapi yang kuhasratkan
Adalah setetes darah segar dari ujung jemarimu
Untuk kucampur dengan sisa minuman di gelasku
Sebab kemabukan kini menjadi satu-satunya
Pernyataan rindu. Telah kureguk comberan paling kotor
Lalu aku terkapar di tangga-tangga gereja
Memimpikan Li Po dan Al-Hallaj menari-nari
Di antara helaan napas bumi yang berat
Pada ujung nyanyianmu yang bergetar di udara
Kubayangkan sekuntum mawar tumbuh dan terluka
Dan sebatang lilin terbunuh cahaya. Masih kudengar
Gelombang melemparkan semua amarahnya ke pantai
Sedang batu karang kasmaran menanti datangnya badai:
Kuisi lagi gelasku dan kuminum dalam regukan besar
Kemudian kurentangkan tanganku lebar-lebar
Aku berjalan sempoyongan. Inilah tarianku
Menyuling anggur dari kelopak mataku sendiri
Sebab tak ada lagi yang bisa kuminum
Dari sajian dunia. Inilah tarianku yang baru
Menghasratkan setetes darah segar dari ujung jemarimu
O, telah kupanggil Chairil dan Baudelaire ke mari
Untuk mabuk bersama. Di sepanjang jalan-jalan cinta
Musik blues terus menjeritkan suaramu yang serak