Acep Zamzam Noor
Seperti menemui kenyataan dunia ini
Dan musik menggenang sepanjang jalan-jalannya yang sunyi
Aku tersentak dan menemukan isyarat-isyarat:
Wajahmu memenuhi setiap celah dan sudut kelam
Tapi daun-daun rontok dan senja menguning seketika
Sebuah lagu yang kukenal mengalun dan ingatanku terpotong
Di tengah-tengahnya. Kulihat anak-anak muda itu masih berciuman
Orang-orang tua menuntun anjing keliling taman
Musim gugur telah membukakan seluruh ruang dalam dirimu
Lukisan-lukisan pudar sepanjang dinding
Tiang-tiang besar yang menyimpan ceruk dan gaung
Adalah pergulatan waktu dengan kesunyiannya
Lalu kita sama-sama terpejam dan menunggu datangnya ledakan
Bibirmu asin seperti darah sedang kuku-kuku tanganmu menancap
Di pundakku. Musik terus mengalir dari sejumlah bar di
Dan kulihat cahaya menggeliatkan ular-ularnya di
Seorang wanita berambut merah meronta-ronta
Di trotoar botol-botol pecah seperti kata-kata
Pada tanganmu kurasakan denyut nadi ribuan pengungsi
Keringat para buruh kasar sekaligus semerbak parfum
Bintang-bintang film. Dari ketiak serta mulutmu yang mekar
Kembali aku mencium kenyataan dunia ini:
Alkohol keemasan memenuhi mata dan kepalamu
Pikiranmu tersangkut pada bentangan kawat listrik
Dengan rambut yang terus memanjang ke laut
Seperti hantu. Di kejauhan seorang pemimpin berpidato
Sebuah ledakan menjadikan kita serdadu liar lagi
Kita menyusuri puing-puing dan kuburan baru
Pada malam penuh salak anjing dan ringkik kuda itu
Isyarat-isyarat lain tak dapat kutolak
Nanah busuk meleleh dari pelipismu yang retak
Lalu kedua lenganmu berjatuhan ke tanah
Seperti pelepah. Bunyi-bunyian aneh tak lagi terdengar
Hanya gemeretak mulut kita yang saling mengunyah
Aku terus mengikutimu dan berpegangan pada birahi rambutmu
Sebuah keindahan sejati yang kupahami kemudian:
Awal dari kemelut dunia kita yang tak berkesudahan